Showing posts with label idul fitri. Show all posts
Showing posts with label idul fitri. Show all posts
Idul Fitri Sebagai Proses Kembali Ke Sang Maha Pencipta

Idul Fitri Sebagai Proses Kembali Ke Sang Maha Pencipta

Idul Fitri Sebagai Proses Kembali Ke Sang Maha Pencipta
Jika kita telusuri ke belakang, pangkal mula pengertian Idul Fitri ialah ajaran dasar agama bahwa manusia diciptakan Allah dalam fitrah kesucian dengan adanya ikatan perjanjian antara Allah dan manusia sebelum manusia itu lahir ke bumi. Perjanjian primordial itu berbentuk kesediaan manusia dalam alam ruhani untuk mengakui dan menerima Allah, (Tuhan Yang Maha Esa), sebagai "Pangeran" atau "Tuan" baginya yang harus dihormati dengan penuh ketaatan dan sikap berserah diri yang sempurna (Islam). Hal ini digambarkan dalam al-Qur'an, demikian :

“Dan ingatlah ketika Tuhanmu mengambil dari anak-cucu Adam, yaitu dari pungung-punggung mereka, keturunan mereka dan dia mempersaksikan atas diri mereka sendiri, "Bukankah Aku ini Tuhan kamu? ‘ Mereka semua menjawab :” Benar, kami bersaksi”. Demikianlah, supaya kamu tidak berkata kelak pada hari kiamat : "sesungguhnya kami lalai tentang hal ini” (QS Al A 'raf 7 : 127)

Karena setiap jiwa manusia menerima perjanjian persaksian itu, maka setiap orang dilahirkan dengan pembawaan alami untuk "menemukan" kembali Tuhan dengan hasrat berbakti dan berserah diri kepada-Nya ("ber-islam"). Melalui wahyu kepada Rasulnya, Allah mengingatkan akan adanya perjanjian itu, akan kelak di hari kiamat, ketika setiap jiwa menyaksikan akibat amal perbuatannya sendiri yang tidak menyenangkan, dikarenakan tidak mengenal Tuhannya, janganlah mengajukan gugatan kepada Tuhan dengan alasan tidak menyadari akan adanya perjanjian itu. Sebab, terkias dengan dunia bawah sadar dalam susunan kejiwaan kita, perjanjian primordial tersebut tidak dapat kita ketahui dan rasakan dalam alam kesadaran, tetapi tertanam dalam bagian diri kita yang paling dalam, yaitu ruhani kita. Maka kita semua sangat rawan untuk lupa dan lalai kepada kenyataan ruhani.

"Sesungguhnya merugilah orang-orang yang mendustakan akan menemui Allah sehingga apabila datang Hari Berbangkit dengan tiba-tiba mereka berkata : "Aduhai penyesalan kami atas kelengahan kami (karena tidak mau menemui Allah ketika masih hidup) di dunia" Sungguh mereka memikul dosa, amat berat apa yang mereka pikul itu ". (QS Al An 'am 6 : 31)

Biarpun jauh sekali berada dalam bagian-bagian dasar kedirian kita, yang berhubungan dengan alam kejiwaan bawah sadar, namun karena adanya perjanjian primordial itu maka kesadaran kita tetap mempengaruhi seluruh hidup kita. Adanya perjanjian primordial itu, yang sama dengan alam bawah sadar, merupakan asal muasal pengalaman tentang kebahagiaan dan kesengsaraan. Kita dapat periksa secara analitis kedirian kita yang terdiri dari paling tidak tiga jenjang kewujudan : pertama, wujud kebendaan atau jasmani (jimani, fisiologis); kedua, wujud kejiwaan atau nafsani (nafsani, psikologis); dan ketiga, wujud kesukmaan atau ruhani (ruhani, spiritual). Pengalaman bahagia atau sengsara yang berpangkal dari keberhasilan atau kegagalan memenuhi perjanjian dengan Tuhan adalah merupakan pengalaman ruhani.

Keutuhan atau keterpecahan psikologis merupakan pangkal pengalaman senang atau susah yang lebih tinggi dan mengatasi perasaan nyaman dan tidak nyaman oleh keadaan badan yang sehat atau sakit. Dan pengalaman bahagia atau sengsara dalam dimensi ruhani mengatasi dan lebih tinggi dari pada pengalaman manapun, psikologis, apalagi fisiologis, hidup manusia. Jadi juga lebih hakiki, lebih abadi, dan lebih wujud dari pada lain-lainnya itu.

Semua pengalaman fisiologis nyaman atau tidak nyaman, pengalaman psikologis senang atau tidak senang, dan pengalaman spiritual bahagia atau tidak bahagia selalu terkait dengan terpenuhi atau tidak terpenuhi hasrat untuk kembali kepada asal. Sejak dari bayi yang merindukan ibunya dan merasa tenteram setelah berkumpul dengan ibunya itu, sampai kepada kerinduan setiap orang untuk berkumpul dengan keluarganya dan kembali ke kampung halaman tempat ia dilahirkan atau dibesarkan (yang merupakan dasar kejiwaan dorongan "mudik", saat lebaran), hasrat untuk kembali ke asal itu langsung berkaitan dengan pengalaman-pengalaman mendalam pada masing-masing diri manusia.

Hasrat untuk kembali yang paling hakiki ialah hasrat untuk kembali menemui Tuhan, asal segala asal hidup manusia. Terkias dengan hasrat seorang anak untuk kembali kepada orang tuanya yang diwujudkan dalam keinginan naluriah untuk berbakti kepada keduanya, hasrat untuk kembali kepada Tuhan juga disertai dengan keinginan naluriah untuk berbakti atau menghambakan diri ('abda, ber-ibadah) dan berserah diri (aslama, ber-Islam) kepada-Nya. Tidak ada bakat atau pembawaan manusia yang lebih asli dan alami dari pada hasrat untuk menyembah dan berbakti. Karena itu semua, maka ada ungkapan suci, "Kita semua berasal dari Allah dan kita semua kembali kepada-Nya" (QS 2:156). Karena itu wajar sekali bahwa seruan dalam Kitab Suci agar semua manusia kembali (ber-inabah) kepada Tuhan sekaligus dibarengi dengan seruan untuk berserah diri (ber-islam) kepada-Nya.

Sumber: http://risallah-hati.blogspot.com

Read More
Setelah Idul Fitri

Setelah Idul Fitri

Setiap kali setelah Hari Raya Idul Fitri, hampir setiap orang dan keluarga selalu melangsungkan atau menghadiri berbagai acara, seperti silaturahmi dengan keluarga besar, pernikahan, khitanan, rekreasi ke tempat-tempat wisata atau lain sebagainya. 

Begitu pun dengan saya dan keluarga, pada hari pertama dan kedua saya khususkan untuk bersilaturahmi dengan semua keluarga besar baik dari pihak saya maupun pihak istri. Hari ketiga dan selanjutnya baru untuk silaturahmi kepada yang lainnya dan menghadiri beberapa acara.

Setelah Idul Fitri
Acara Silaturahmi Keluarga Besar Istri
Hampir dua minggu Setelah Idul Fitri, hari-hari dipenuhi dengan jadwal untuk menghadiri berbagai acara terutama undangan ke pernikahan, itupun mungkin tak bisa dihadiri semuanya, seperti hari ini istri, anak-anak dan ibu mertua sedang menghadiri acara pernikahan. Sedangkan saya sendiri di rumah karena lagi diserang demam dan selesma, sehingga niat untuk melaksanakan Puasa 6 Hari Bulan Syawal pun terpaksa diundur… (Ya Rabb berikan aku kesembuhan secepatnya, sehingga bisa berpuasa sunnah bulan Syawal untuk menggapai ridhaMU).

Satu lagi, ada hal yang unik dan belum pernah terjadi di hari raya Idul Fitri sebelumnya. Kemarin Jalan kecamatan di depan rumah tak biasanya sangat ramai, bahkan sampai mengalami kemacetan yang luar biasa selama hampir 30 menit. Mobil, motor nyaris berhenti tak bisa maju sedikit pun, padahal tak ada hal yang menghambat dijalan tersebut. Mungkin inilah salah satu potret kampung bergeser akan menjadi kota. Semoga saja ini tanda positif bukan negatif!
Setelah Idul Fitri
Kemacetan di jalan depan rumah

Terpenting dan paling utama Setelah Idul Fitri adalah tetap menjaga, memelihara dan senantiasa mengimplementasikan Hikmah Ibadah Puasa Ramadhan dalam kehidupan sehari-hari. Insya Allah …


Read More
Keutamaan Puasa 6 Hari di Bulan Syawal

Keutamaan Puasa 6 Hari di Bulan Syawal

Setelah habis Ramadhan dan ditutup oleh Hari Raya Idul Fitri, bagi muslim yang merindukan ridha dan surga Allah SWT maka akan melanjutkannya dengan melaksanakan Puasa 6 Hari di Bulan Syawal. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW :

“Barangsiapa yang telah berpuasa Ramadhan dan kemudian dia mengikutkannya dengan puasa enam hari dari bulan Syawal, maka dia seperti orang yang berpuasa selama satu tahun.” (HR Muslim). 


  1. Maka nilai puasanya setahun penuh
  2. Dicintai Allah dan meraih ampunan dosa (QS 3:31)
  3. Meraih syafaat Rasulullah dan bersama beliau karena menghidupkan sunnah beliau, "Siapa yang menghidupkan sunnahku maka sungguh ia mencintaiku dan siapa yang mencintaiku bersamaku di Syurga"
  4. Tanda meningkat iman dan taqwanya karena itulah disebut "Syawal" bulan peningkatan 
  5. Menutupi kekurangan selama shoum Ramadhan
  6. Diantara tanda ikhlas, gemar dengan amal sunnah, karena sunnah adalah suatu kerelaan seorang hamba mengabdi kepada Allah 
  7. Hamba Allah yang beriman cerdas adalah semua sunnah dihidupkan sebagai bekal di akhirat kelak. 

Puasa 6 Hari di Bulan Syawal bisa dilaksanakan dengan dua cara, yaitu boleh berturut-turut enam hari setelah Idul Fitri atau puasa 6 hari selama di bulan Syawal. "Semoga Allah selalu hiasi hidup kita dengan kesenangan ibadah dan kemuliaan akhlak...aamiin". 

Sumber : Status halaman Facebook K. H. Muhammad Arifin Ilham

Read More
Selamat Hari Raya Idul Fitri 1433 H / 2012 M

Selamat Hari Raya Idul Fitri 1433 H / 2012 M

Tak terasa, seperti baru kemarin saja kita mengucapkan Marhaban Yaa Ramadhan, dan mengisinya dengan berbagai ibadah baik yang fardhu maupun sunnah dengan harapan mendapat rahmat, barakah dan maghfirah dari Allah SWT. Kini bulan suci itu akan segera meninggalkan kita, rasa gembira, bahagia dan sedih bercampur aduk jadi satu dalam hati. 

Gembira dan bahagia karena telah selesai menunaikan perintah Sang Maha Kuasa, yakni ibadah puasa. Sedih karena bulan pendidikan dan latihan, bulan tempat pahala dilipatgandakan serta bulan Nuzulul Quran dan Lailatul Qadar akan berakhir. Terbersit pertanyaan dalam hati, akankah bertemu lagi dengan Ramadhan tahun depan? Wallahu a’lam, kita hanya bisa berdoa dan berharap semoga dipertemukan lagi dengan Ramadhan.

Dengan berakhirnya Ramadhan, pertanda hari kemenangan penuh suka cita, Idul Fitri akan segera tiba. Oleh karena itu, pada kesempatan ini saya dan keluarga ingin menghaturkan :

Selamat Hari Raya Idul Fitri 1433 H / 2012


Read More
Idul Fitri dan Hikmah Ibadah Puasa

Idul Fitri dan Hikmah Ibadah Puasa

Idul Fitri dan Hikmah Ibadah Puasa
Idul Fitri adalah hari suka cita, suka cita bukan karena banyaknya makanan atau memakai baju baru, tapi suka cita, karena kita telah selesai melaksanakan perintah Allah, yaitu ibadah puasa Ramadhan, dengan penuh harapan semoga ibadah puasa kita diterima oleh Allah Swt sehingga jadi wasilah untuk meraih ridha dan maghfirah-Nya.

Meskipun puasa kita laksanakan hanya sebulan, tapi hikmahnya semoga bisa terasa selama setahun, bahkan selama kita masih hidup di dunia serta diteruskan sampai ke alam akhirat. Sehingga dimana kita berjumpa dengan Allah Swt kelak, dalam keadaan Allah ridha kepada kita dan kita pun ridha pada-Nya.

Begitu juga, hikmah dari ibadah puasa bukan hanya untuk kita sendiri saja, namun harus mempunyai nilai sosial, yang terasa nikmat serta manfaatnya bukan oleh kita saja tapi juga oleh khalayak banyak, yang menjadi anggota masyarakat. 

Kalau bagi seorang pemimpin, hikmah dari puasa bisa terlihat dan terasa oleh anak buahnya, berupa nasihat yang membawa pada keselamatan, kemaslahatan dan kesejahteraan yang merata. Bagi anak buah atau rakyat terlihat dari ketaatan dan kepatuhan kepada pemimpinnya. Bagi yang kaya yang dititipi harta akan terlihat dan terasa kedermawanannya kepada yang membutuhkan. Buat pedagang akan lebih berhati-hati dalam urusan jual beli, tidak akan berani lagi menjual dengan timbangan yang ringan, membeli dengan timbangan yang berat. Untuk petani akan lebih waspada terhadap urusan batas tanah, tak akan berani lagi mencangkul pematang orang lain sehingga tanahnya bertambah luas. Tegasnya hikmah dari ibadah puasa, adanya perubahan dari yang jelek kepada yang baik. 

Yang disebut benar dan baiknya ibadah, bukan hanya dilihat dari cara dan tempat serta waktunya saja, tapi bisa dilihat dari hikmahnya dalam kehidupan sehari-hari. Meskipun caranya benar menurut sunnah, tapi hikmahnya tidak terasa maka ibadah tersebut belum tentu bisa diterima oleh Allah Swt. Sebagaimana diterangkan dalam sebuah riwayat, bahwa ada seorang wanita yang rajin shalat, baik yang fardhu maupun yang sunnah. Para sahabat menilai wanita tersebut akan menjadi ahli surga. Sebab dilihat dari rajinnya melaksanakan shalat. Tapi, menurut Rasulullah Saw wanita tersebut bukanlah calon ahli surga melainkan calon ahli neraka. Para sahabat kaget, lalu bertanya pada Rasulullah tentang alasannya, Rasulullah Saw menjawab, bahwa wanita tersebut meskipun rajin shalat, tapi suka menyakiti atau menganggu tetangganya. Hal ini menunjukkan bahwa shalat yang dilakukan oleh wanita tersebut, hanya sekedar memperhatikan cara, tempat dan waktunya saja. Tidak memperhatikan hikmahnya shalat, yaitu akhlak yang baik dan mulia terhadap tetangga, selaku teman hidup sehari-hari.

Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim disebutkan : “Empat macam sifat yang barangsiapa ada padanya keempat macam sifat itu, berarti dia orang munafik tulen. Dan barangsiapa yang ada padanya sebahagian daripada sifat-sifat tersebut berarti ia mengandung sebahagian daripada sifat munafik sehingga ia mau meninggalkannya. Apabila dia berbicara, berdusta. Apabila dipercaya, khianat. Apabila berjanji ia menyalahi akan janjinya. Dan apabila bertengkar, berbuat curang”

Dalam hadits  tersebut kita bisa mengetahui, bahwa baik dan benarnya ibadah, bisa dilihat dari hikmahnya yang terlihat dan terasa saat bergaul dalam kehidupan sehari-hari dengan sesama. 

Khusus untuk ibadah puasa, Allah Swt memberitahu tujuannya, yaitu supaya orang-orang yang beriman menjadi orang-orang yang takwa. La’allakum tattaquun. Memang pada bulan Ramadhan, suasana ketakwaan terlihat dan terasa oleh kita semua. Orang yang sedang melaksanakan puasa mampu menahan dirinya dari segala perbuatan yang diharamkan oleh Allah Swt, dan memaksakan diri untuk melaksanakan segala yang diperintahkan Allah Swt dan Rasul-Nya. Mesjid-mesjid makmur, penuh dengan jamaah shalat tarawih, pada waktu sahur dan subuh ramai membaca al-Quran melalui pengeras suara, kotak-kotak amal penuh dengan uang dari sedekah dan infak, artis-artis turut serta memberi ceramah agama, malah mendadak memakai tudung. Di radio, di TV penuh dengan acara yang bernuansa Islami, itu semua tidak bisa ditolak merupakan suasana ketakwaan. Tapi suasana ketakwaan yang diharapkan oleh Allah tentunya bukan hanya saat Ramadhan saja, tapi harus tetap selamanya, selama kita masih hidup di alam dunia.

Mudah-mudahan Idul Fitri dan ibadah puasa Ramadhan tahun ini, bisa mengantarkan kepada tumbuhnya kesadaran dalam diri kita, sehingga hikmahnya tidak sekedar pahalanya saja, tetapi lebih dari itu, memiliki kekuatan untuk merubah sikap dan tingkah laku yang tidak sepadan dengan agama menjadi sikap dan tingkah laku yang sesuai dengan yang diperintahkan Allah dan Rasul-Nya. Sehingga membawa kepada keselamatan dunia dan akhirat.

Read More