Tokoh Islam IMAM GHAZALI
Assalamu'alaikum....
Pada postingan kali ini saya akan mengupas sekelumit sejarah seorang Ulama Jumhur, Tokoh Islam terkemuka yaitu IMAM GHAZALI.
Sejarah Hidupnya
Abu Hamid Muhammad bin Muhammad Al Ghazali atau yang sering kita dengar dan kenal dengan nama IMAM GHAZALI dilahirkan di Thusia, sebuah kota di Khurasan, Persia, pada tahun 450 H atau 1058 M. Ayahnya seorang pemintal wool, yang selalu memintal dan menjualnya sendiri di kota itu. Al Ghazali mempunyai seorang saudara. Ketika akan meninggal, ayahnya berpesan kepada seorang sahabat setianya agar kedua anaknya itu diasuh dan disempurnakan pendidikannya setuntas-tuntasnya, sekalipun menghabiskan harta warisannya. Sahabatnya segera melaksanakan wasiat ayah Al Ghazali. Kedua anak itu dididik dan disekolahkan setelah harta pusaka peninggalan ayah mereka habis, mereka dinasehati agar meneruskan mencari ilmu semampu-mampunya.
Imam Ghazali sejak kecilnya dikenal sebagai seorang anak pecinta ilmu pengetahuan dan penggandrung mencari kebenaran yang hakiki, sekalipun diterpa duka cita, dilanda aneka rupa nestapa dan dilamun sengsara. Untaian kata-kata berikut ini melukiskan keadaan pribadinya :
Sejarah Hidupnya
Abu Hamid Muhammad bin Muhammad Al Ghazali atau yang sering kita dengar dan kenal dengan nama IMAM GHAZALI dilahirkan di Thusia, sebuah kota di Khurasan, Persia, pada tahun 450 H atau 1058 M. Ayahnya seorang pemintal wool, yang selalu memintal dan menjualnya sendiri di kota itu. Al Ghazali mempunyai seorang saudara. Ketika akan meninggal, ayahnya berpesan kepada seorang sahabat setianya agar kedua anaknya itu diasuh dan disempurnakan pendidikannya setuntas-tuntasnya, sekalipun menghabiskan harta warisannya. Sahabatnya segera melaksanakan wasiat ayah Al Ghazali. Kedua anak itu dididik dan disekolahkan setelah harta pusaka peninggalan ayah mereka habis, mereka dinasehati agar meneruskan mencari ilmu semampu-mampunya.
Imam Ghazali sejak kecilnya dikenal sebagai seorang anak pecinta ilmu pengetahuan dan penggandrung mencari kebenaran yang hakiki, sekalipun diterpa duka cita, dilanda aneka rupa nestapa dan dilamun sengsara. Untaian kata-kata berikut ini melukiskan keadaan pribadinya :
"Kehausan untuk mencari hakekat kebenaran sesuatu sebagai habit dan favorit saya dari sejak kecil dan masa mudaku adalah merupakan insting dan bakat yang dicampakkan Allah Swt. pada temperamen saya, bukan merupakan usaha dan rekaan saja.." (Al Munqid Minadh Dhalal, hal : 3).
Di masa kanak-kanak Imam Ghazali mendapatkan pendidikan Islam kepada Ahmad bin Muhammad Ar-Radzikani di Thusia kemudian belajar kepada Abi Nashr Al-Ismail di Jurjani dan akhirnya ia kembali ke Thusia lagi.
Sesudah itu Imam Ghazali pindah ke Nisbur untuk belajar kepada seorang ahli agama kenamaan di massanya, yaitu Al Juwaini, Imam Al Haramain (478 H atau 1085 M). Dari beliau ini dia belajar Ilmu Kalam, Ilmu Ushul dan Ilmu pengetahuan agama lainnya.
Imam Ghazali memang orang yang cerdas dan sanggup mendebat segala sesuatu yang tidak sesuai dengan penalaran yang jernih hingga Imam Al Juwaini sempat memberikan predikat beliau itu sebagai orang yang memiliki ilmu yang sangat luas bagaikan "laut dalam nan menenggelamkan (bahrun mughriq)". Ketika gurunya ini meninggal dunia, Al Ghazali meninggalkan Nisbur dan menuju ke Istana Nidham Al Mulk yang menjadi seorang perdana menteri Sultan Bani Saljuk.
Keikutsertaan Ghazali dalam suatu diskusi bersama sekelompok ulama dan para intelektual dihadapan Nidham Al Mulk membawa kemenangan baginya. Yang demikian itu tak lain berkat ketinggian ilmu filsafatnya, kekayaan ilmu pengetahuannya, kefasihan lidahnya dan kejituan argumentasinya. Nidham Al Mulk benar-benar kagum melihat kehebatan beliau dan berjanji akan mengangkatnya sebagai guru besar Universitas yang didirikannya di Baghdad. Peristiwa ini terjadi pada tahun 484 H atau 1091 M.
Ditengah-tengah kesibukannya mengajar di Baghdad beliau masih sempat mengarang sejumlah kitab seperti : Al Basith, Al Wasith, Al Wajiz, Khulashah Ilmu Fiqh, Al Munqil fi Ilmil Jadal (Ilmu berdebat), Ma'khadzil Khalaf, Lubabun Nadzar, Tahsinul Ma'akhidz dan Al Mabadi' wal Ghayat fi Fannil Khalaf. Namun kesibukan dalam mengarang ini tidaklah mengganggu perhatian beliau terhadap Ilmu Metafisika dan beliau selalu meragukan kebenaran adat istiadat warisan nenek moyang dimana belum ada seorangpun yang memperdebatkan soal kebenarannya atau menggali asal-usul dari timbulnya adat istiadat tersebut.
Begitu juga ditengah-tengah kesibukan ini, beliau masih sempat belajar berbagai ilmu pengetahuan dan filsafat klasik seperti, Filsafat Yunani, sebagaimana beliau juga mempelajari berbagai aliran agama yang beraneka ragam yang terkenal di waktu itu. Beliau mendalami berbagai bidang studi ini dengan harapan agar dapat menolongnya mencapai ilmu pengetahuan sejati yang sangat didambakan.
Setelah empat tahun mengajar di Baghdad beliau memutuskan berhenti lalu meninggalakan kota tersebut untuk menunaikan ibadah haji. Setelah itu beliau menuju ke Syam, hidup dalam Jami' Umawy dengan kehidupan serba ibadah, dilanjutkan mengembara ke berbagai padang pasir untuk melatih diri menjauhi barang-barang yang terlarang (haram), meninggalkan kesejahteraan dan kemewahan hidup, mendalami masalah kerohanian dan penghayatan agama.
Demikianlah IMAM GHAZALI mempersiapkan dirinya dengan persiapan agama yang benar dan mensucikan jiwanya dari noda-noda keduniaan, sehingga beliau menjadi seorang filosof yang ahli tasawuf pertama kali dan seorang pembela agama Islam yang besar serta salah seorang pemimpin yang menonjol di zamannya.
Pada satu waktu, beliau kembali lagi ke Baghdad dan kembali mengajar disana. Hanya saja beliau menjadi guru besar dalam bidang studi lain tidak seperti dahulu. Setelah menjadi guru besar dalam berbagai ilmu pengetahuan agama, sekarang tugasnya menjadi Imam ahli agama dan tasawuf serta penasihat spesialis dalam bidang agama.
Kitab pertama yang beliau karang setelah kembali ke Baghdad yaitu Al Munqidu minadh Dhalal (Penyelamat dari kesesatan). Kita ini dianggap salah satu buku referensi yang penting bagi para sejarawan yang ingin mendapatkan pengetahuan tentang kehidupan Imam Ghazali. Kitab ini mengandung keterangan sejarah hidupnya di waktu transisi yang merubah pandangannya tentang hidup dan nilai-nilai kehidupan. Dalam kitab ini juga, beliau menjelaskan bagaimana Iman dalam jiwa itu tumbuh dan berkembang, bagaimana hakikat keutuhan itu dapat tersingkap atau terbuka bagi umat manusia, bagaimana mencapai pengetahuan sejati (Ilmu yaqin) dengan cara tanpa berpikir dan logika namun dengan cara ilham dan mukasyafah (terbuka hijab) menurut ajaran tasawuf.
Kitab karangan beliau yang dianggap salah satu kitab yang terbesar dalam bidang Ilmu Kalam, Ilmu Fiqh dan Akhlak adalah Fatihatul Kitab, Ayyuhal Walad dan Ihya 'Ulumuddin.
Sekembalinya Imam Ghazali ke Baghdad sekitar sepuluh tahun, beliau pindah ke Naisaburi dan sibuk mengajar di sana dalam waktu yang tidak lama, setelah itu beliau meninggal dunia di kota Thusia, kota kelahirannya, pada tahun 505 H atau 1111 M.
Demikianlah kita dapat mengamati sejarah kehidupan IMAM GHAZALI dalam siklus purna yang berhenti di tempat semula. Beliau dilahirkan di Thusia dan kembali ke Thusia lagi setelah beliau melakukan pengembaraan dan akhirnya meninggal dunia di kota (Thusia) itu juga. Kehidupannya dimulai dengan kehidupan ilmiah sebagai pengajar dan penasehat diakhirinya sebagai guru dan penasehat pula.
Semoga sekelumit sejarah kehidupan beliau menjadi inspirasi dan motivasi bagi kita semua....
0 Response to "Tokoh Islam IMAM GHAZALI"
Post a Comment