Idul Fitri dan Hikmah Ibadah Puasa
Idul Fitri adalah hari suka cita, suka cita bukan karena banyaknya makanan atau memakai baju baru, tapi suka cita, karena kita telah selesai melaksanakan perintah Allah, yaitu ibadah puasa Ramadhan, dengan penuh harapan semoga ibadah puasa kita diterima oleh Allah Swt sehingga jadi wasilah untuk meraih ridha dan maghfirah-Nya.
Meskipun puasa kita laksanakan hanya sebulan, tapi hikmahnya semoga bisa terasa selama setahun, bahkan selama kita masih hidup di dunia serta diteruskan sampai ke alam akhirat. Sehingga dimana kita berjumpa dengan Allah Swt kelak, dalam keadaan Allah ridha kepada kita dan kita pun ridha pada-Nya.
Begitu juga, hikmah dari ibadah puasa bukan hanya untuk kita sendiri saja, namun harus mempunyai nilai sosial, yang terasa nikmat serta manfaatnya bukan oleh kita saja tapi juga oleh khalayak banyak, yang menjadi anggota masyarakat.
Kalau bagi seorang pemimpin, hikmah dari puasa bisa terlihat dan terasa oleh anak buahnya, berupa nasihat yang membawa pada keselamatan, kemaslahatan dan kesejahteraan yang merata. Bagi anak buah atau rakyat terlihat dari ketaatan dan kepatuhan kepada pemimpinnya. Bagi yang kaya yang dititipi harta akan terlihat dan terasa kedermawanannya kepada yang membutuhkan. Buat pedagang akan lebih berhati-hati dalam urusan jual beli, tidak akan berani lagi menjual dengan timbangan yang ringan, membeli dengan timbangan yang berat. Untuk petani akan lebih waspada terhadap urusan batas tanah, tak akan berani lagi mencangkul pematang orang lain sehingga tanahnya bertambah luas. Tegasnya hikmah dari ibadah puasa, adanya perubahan dari yang jelek kepada yang baik.
Yang disebut benar dan baiknya ibadah, bukan hanya dilihat dari cara dan tempat serta waktunya saja, tapi bisa dilihat dari hikmahnya dalam kehidupan sehari-hari. Meskipun caranya benar menurut sunnah, tapi hikmahnya tidak terasa maka ibadah tersebut belum tentu bisa diterima oleh Allah Swt. Sebagaimana diterangkan dalam sebuah riwayat, bahwa ada seorang wanita yang rajin shalat, baik yang fardhu maupun yang sunnah. Para sahabat menilai wanita tersebut akan menjadi ahli surga. Sebab dilihat dari rajinnya melaksanakan shalat. Tapi, menurut Rasulullah Saw wanita tersebut bukanlah calon ahli surga melainkan calon ahli neraka. Para sahabat kaget, lalu bertanya pada Rasulullah tentang alasannya, Rasulullah Saw menjawab, bahwa wanita tersebut meskipun rajin shalat, tapi suka menyakiti atau menganggu tetangganya. Hal ini menunjukkan bahwa shalat yang dilakukan oleh wanita tersebut, hanya sekedar memperhatikan cara, tempat dan waktunya saja. Tidak memperhatikan hikmahnya shalat, yaitu akhlak yang baik dan mulia terhadap tetangga, selaku teman hidup sehari-hari.
Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim disebutkan : “Empat macam sifat yang barangsiapa ada padanya keempat macam sifat itu, berarti dia orang munafik tulen. Dan barangsiapa yang ada padanya sebahagian daripada sifat-sifat tersebut berarti ia mengandung sebahagian daripada sifat munafik sehingga ia mau meninggalkannya. Apabila dia berbicara, berdusta. Apabila dipercaya, khianat. Apabila berjanji ia menyalahi akan janjinya. Dan apabila bertengkar, berbuat curang”.
Dalam hadits tersebut kita bisa mengetahui, bahwa baik dan benarnya ibadah, bisa dilihat dari hikmahnya yang terlihat dan terasa saat bergaul dalam kehidupan sehari-hari dengan sesama.
Khusus untuk ibadah puasa, Allah Swt memberitahu tujuannya, yaitu supaya orang-orang yang beriman menjadi orang-orang yang takwa. La’allakum tattaquun. Memang pada bulan Ramadhan, suasana ketakwaan terlihat dan terasa oleh kita semua. Orang yang sedang melaksanakan puasa mampu menahan dirinya dari segala perbuatan yang diharamkan oleh Allah Swt, dan memaksakan diri untuk melaksanakan segala yang diperintahkan Allah Swt dan Rasul-Nya. Mesjid-mesjid makmur, penuh dengan jamaah shalat tarawih, pada waktu sahur dan subuh ramai membaca al-Quran melalui pengeras suara, kotak-kotak amal penuh dengan uang dari sedekah dan infak, artis-artis turut serta memberi ceramah agama, malah mendadak memakai tudung. Di radio, di TV penuh dengan acara yang bernuansa Islami, itu semua tidak bisa ditolak merupakan suasana ketakwaan. Tapi suasana ketakwaan yang diharapkan oleh Allah tentunya bukan hanya saat Ramadhan saja, tapi harus tetap selamanya, selama kita masih hidup di alam dunia.
Mudah-mudahan Idul Fitri dan ibadah puasa Ramadhan tahun ini, bisa mengantarkan kepada tumbuhnya kesadaran dalam diri kita, sehingga hikmahnya tidak sekedar pahalanya saja, tetapi lebih dari itu, memiliki kekuatan untuk merubah sikap dan tingkah laku yang tidak sepadan dengan agama menjadi sikap dan tingkah laku yang sesuai dengan yang diperintahkan Allah dan Rasul-Nya. Sehingga membawa kepada keselamatan dunia dan akhirat.